Malang, 17 Mei 2025 – 77 Tahun Nakba. Pagi itu, udara di Kota Malang terasa berbeda. Ribuan orang—mahasiswa, aktivis, hingga warga biasa—memenuhi jalanan pusat kota, bergerak bersama dalam satu semangat: solidaritas untuk Palestina.
Aksi bertajuk “Malang Utas Bela Palestina” ini bukan sekadar unjuk rasa.
Ini adalah suara hati yang menggema, memperingati 77 tahun Nakba, tragedi yang hingga kini masih menyisakan luka panjang bagi rakyat Palestina.
Nakba ?
Nakba—yang berarti “bencana” dalam bahasa Arab—bukan hanya sejarah kelam dari tahun 1948, tapi simbol dari penderitaan yang belum juga usai.
Sejak pengusiran massal itu, jutaan warga Palestina kehilangan rumah, hak, dan rasa aman. Dan dunia, termasuk kita di Indonesia, tidak bisa terus menutup mata.
Aksi damai ini dipelopori oleh komunitas Malang Student for Justice in Palestine (Malang SJP), dan didukung lebih dari 80 organisasi dari berbagai latar belakang.
Pukul 07.46 WIB, konvoi dimulai dari depan Balai Kota Malang.
Massa berjalan kaki, sebagian mengendarai kendaraan, melewati titik-titik ikonik seperti Alun-Alun Malang, Simpang Halmahera, hingga Kayutangan Heritage.
Sepanjang jalan, suara orasi dan yel-yel menggema, menyentuh siapa pun yang menyaksikan.
Salah satu momen yang cukup mengena adalah saat massa berhenti di depan gerai waralaba internasional yang dianggap terafiliasi dengan pendanaan terhadap rezim penjajahan di Palestina.
Di titik ini, kampanye boikot digaungkan dengan penuh semangat.
Aksi tetap berjalan damai, rapi, dan penuh kesadaran.
Orasi di Balaikota Malang
Setelah konvoi, massa berkumpul kembali di Balai Kota.
Lagu Indonesia Raya pun berkumandang—pengingat bahwa perjuangan kemanusiaan ini juga bagian dari jati diri bangsa Indonesia, yang secara konstitusional menolak segala bentuk penjajahan di muka bumi.
Ariq Dhamas, Koordinator Malang SJP, dalam orasinya menyampaikan bahwa membela Palestina bukan hanya soal solidaritas sesama Muslim atau etnis tertentu. “Ini soal kemanusiaan. Ini tentang keberanian untuk berdiri melawan ketidakadilan,” tegasnya.
Ariq mengajak semua pihak, dari berbagai latar belakang, untuk bersatu melawan penindasan yang sudah terlalu lama dibiarkan terjadi.
Suasana semakin memuncak saat Ustadz Bachtiar Nasir naik ke atas panggung.
Dengan semangat membara, ia menyerukan, “Bukan saatnya diam! Ini waktunya bersuara atas nama kemanusiaan dan keadilan!” Seruan itu langsung disambut tepuk tangan riuh dan sorakan peserta aksi.
Tak hanya orasi, rangkaian acara juga diisi oleh berbagai penampilan seni yang menyentuh hati.
Aktris sekaligus aktivis kemanusiaan Wanda Hamidah membacakan puisi bertajuk “Dari Sungai Hingga Laut, Palestina Akan Merdeka”.
Puisi ini membawa nuansa harapan dan perlawanan, membakar empati dan menggugah kesadaran kolektif.
Ada juga pertunjukan teatrikal dan monolog yang menggambarkan kisah pilu rakyat Palestina.
Seni benar-benar jadi medium yang kuat untuk menyampaikan rasa duka sekaligus semangat perjuangan.
Sebagai penutup, peserta aksi melakukan kegiatan bersih-bersih di sekitar lokasi sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
Aksi ini benar-benar menunjukkan bahwa perjuangan tak melulu soal orasi dan spanduk, tapi juga tentang tanggung jawab sosial.
77 Tahun Nakba Solidaritas Global
Peringatan 77 Tahun Nakba di Malang menjadi bagian dari gelombang solidaritas global yang terus meluas.
Lewat aksi ini, masyarakat Malang menunjukkan bahwa perjuangan rakyat Palestina adalah perjuangan kita bersama—melampaui batas agama, negara, dan warna kulit.
Semoga semangat ini bisa terus hidup, tak hanya di jalanan, tapi juga di hati kita semua.
Karena dunia yang adil dan damai bukan utopia—ia mungkin, asal kita tak pernah lelah untuk memperjuangkannya.***
Baca artikel Info Malang Raya lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook












